Kamis, 17 Januari 2013
Tenang dalam Bersikap
Saudaraku yang
baik, ketenangan menjadi sesuatu yang dibutuhkan setiap orang. Terutama
ketika sedang menghadapi masalah atau saat hendak mengambil keputusan.
Orang yang tenang tidak pernah galau, panik tergesa-gesa, tidak
emosional, tidak overacting. Orang tenang akan bisa menerima informasi
lebih banyak, hingga dia bisa lebih memahami. Sedangkan orang yang
emosional pendek kemampuan memahaminya, akibatnya kalau merespon akan
tidak bagus karena keterbatasan pemahamannya.
Ketenangan pun akan membawa kewibawaan,
atau karisma tersendiri bagi pemiliknya. Ia akan disegani oleh teman dan
lingkungannya. Sebaliknya, orang yang overacting tidak akan memiliki
kharisma. Terutama, kepada para calon pemimpin dalam skala apapun, ia
harus berlatih mengendalikan diri, tetap tenang dalam kondisi
bagaimanapun sulitnya. Dan, tenang bukan berarti lamban. Nabi Muhammad
SAW adalah manusia paling tenang, tetapi berjalannya sangat gesit.
Karena ketenangan tidak ada kaitannya dengan waktu, melainkan dengan
pengendalian diri, artinya dia tetap gesit, tangkas tidak ada gurau
berlebih, atau berteriak-teriak. Pribadi yang kalem senyum berukir
jernih, tidak pula banyak bicara kalau memang tidak perlu bicara.
Akibatnya, orang yang tenang mendapat ilmu yang lebih banyak,
mendapatkan kemampuan memilih keputusan lebih baik.
Namun, ketenangan harus diupayakan agar
tidak berujung menjadi sombong. Cirinya adalah ketika ia tidak peduli
kepada orang lain. Dia diam tapi tidak mau mendengarkan. Malah mungkin
asyik melakukan kegiatan yang lain (saat orang lain berbicara padanya).
Atau, ada orang yang diam karena dia tengah memikirkan bantahan kepada
orang lain, bukannya mengemas manfaat dari pembicaraan yang didengarnya.
Sehingga, tenangya kita
responsif, tidak justru pelit. Reponsif seseorang memang bisa
dipengaruhi oleh banyaknya keinginan, demografi (asal tempat
menetapnya), lingkungan, tekanan kesulitan. Namun itu bisa diubah kalau
memang ingin berubah. Nabi Muhammad SAW sendiri tertawa bila orang lain
tengah melucu. Demikian pula bagi seorang pemimpin, keputusan terbaik
adalah ketika ia memang memiliki akses informasi lengkap. Makin lengkap
informasi makin akurat keputusannya. Dan informasi itu sendiri tidak
boleh diambil hanya dari satu pihak. Kita harus belajar dari kedua belah
pihak, baru mengambil keputusan. Dan yang harus kita sadari adalah
tidak ada keputusan tanpa resiko, semua keputusan ada resikonya. Kita
hanya perlu menghitung resiko yang paling minimal. Wallahu a`lam.
0 komentar:
Posting Komentar