Ruang lingkup perjuangan memang luas. Selauas warna warni kehidupan ini. Puncak tertinggi dari perjuangan adalah jihad. Sedang jihad sendiri merupakan puncak dari seluruh punuk-punuk Islam.
Kata jihad, makna aslinya memang berperan di medan laga. Tetapi, para ulama menegaskan perjuangan lain di luar medan perang pun bisa dikategorikan jihad. Seperti berjuang dengan harta, dengan lisan, dengan ilmu, dan masih banyak lagi lainnya. Imam Ibnu Taymiyah mengatakan, " Barangsiapa yang tidak mampu berjihad dengan badannya, maka hendaklah berjihad dengan hartanya".
Bahkan terkadang, suatu kebaikan dinilai keunggulan karena fungsinya, terkait dengan waktu tertentu atau kebutuhan tertentu. Seperti kisah Imam Ahmad yang suatu hari ditanya, "Manakah yang lebih sukai, orang yang shalat, berpuasa, melakukan i'tikaf, atau orang yang memerangi pengacau agama?" Imam Ahmad menjawab, "Yang berpuasa dan beri'tikaf itu sesungguhnya untuk dirinya sendiri. Maka kalau dia berbicara tentang orang-orang yang menebarkan kerancuan tentang Islam, maka itu manfaatnya bagi kaum muslimin."
Jawaban Imam Ahmad tersebut, menurut Imam Ibnu Taymiyah, menegaskan bahwa adanya suatu manfaat bagi kaum muslimin secara lebih luas adalah termasuk jihad fi sabilillah. Ia menambahkan, "Kalaulah tidak ada orang-orang yang ditegakkan Allah untuk menguak para dusta para pengacau itu, niscaya agama ini akan rusak. DAn itu lebih buruk akibatnya daripada kerusakan akibat dikuasai musuh. Karena, para musuh itu bila menguasai sebuah negeri, tidak merusak hati para penduduknya kecuali sebagai ekses. Tetapi para pengacau yang menebarkan keraguan dalam agama itu menguasai dan merusak hati sebagai tujuan utama".
Maka dalam belantara jihad yang beragam itu, setiap orang bisa menjadi pejuang. Untuk setiap kemampuan, ada tempatnya masing-masing. Tetapi keseluruhannya bsia berada dalam satu kesatuan: kesatuan perjuangan.
Setidaknya ada empat bentuk peran perjuangan yang bisa dipilih oleh setiap muslim, sesuai dengan kemampuan maksimal yang bisa dia usahakan.
1. Menjadi Pemeran Utama
- Dalam peran ini, seseorang muslim memberikan saham begitu banyak kepada berbagai investasi amal kebajikan. Kadang ia menjadi yang pertama, kadang ia menjadi yang utama. Muslim tipe ini selalu terdepan dalam kebaikan. Tiada suatu kebaikan kecuali dia menjaadi pelaku utamanya. Hati nya tertaut dan telah merasakan kelezatan dalam melakukan kebajikan.
- Peran ini bisa dimainkan oleh siapa saja, profesi apa saja, petani, pedangan, karyawan, pejabat, politikus, penuntut ilmu atau apa saja. DAlam setiap ruang yang bisa kita jangkau itu, kita bisa menjadi pemeran utama dari seluruh proses perjuangan hidup ini.
- Barangkali, sahabat Nabi SAW, Abu Bakar As Shidiq menjadi contoh aktual dalam hal ini. Perhatikan bagaimana suatu hari, saat Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya, "Siapakah yang hari ini puasa diantara kalian? Abu Bakar menjawab,"Saya ya rasulullah". Nabi bertanya lagi,"siapa yang hari ini memberi makan orang miskin?" Abu Bakar menjawab, "saya ya rasulullah". Nabi bertanya lagi,, "siapakah yang hari ini menjenguk orang sakit?" Abu Bakar menjawab lagi, "saya ya rasulullah?" Akhirnya Rasulullah mengatakan "Barangsiapa yang didalamnya berkumpul amal-amal itu niscaya akan masuk surga".
- Abu Bakar menjadi teladan bagi kita untuk melakukan tarbiyah dzatiyah, membangun kemandirian dalam beramal. Menjadi pelopor kebaikan, menjadi pilar kebaikan.
2. Menjadi Pemain Kedua
- Dalam peran ini dengan izin Allah seseorang diperkenankan menjadi orang kedua. Pengertiannya, bahwa orang dengnan tipe seperti ini hidup di tengah ruang beramal dimana ada orang lain yang lebih baik darinya. Dalam setiap amal selalu ada orang nomor satu dan selalu ada orang nomor dua. Terlepas apakah selisih jarak antara kedua orang itu pendek atau panjang, dari segi kualitas, usia, atau apa saja. Dalam berbagai kepentingan, adanya pemain kedua justru sangat penting sebagai pendamping dari pemain pertama, sekaligus untuk menjaga keseimbangan.
- Barangkali peran yang dimainkan Umar bin Khatab dan Abu Bakar As Shidiq, merupakan refleksi dari pemain pertama dan kedua, dimana umar bin khatab selalu ingin menjadi orang yang melebihi Abu Bakar, namun seperti yang Umar bin Khatab nyatakan sendiri, "tak pernah aku bisa menyamai Abu Bakar"
3. Menjadi Pemain Pendukung
- Dalam perjuangan apapun, pemain pendukung tidak kalah penting dari pemain utama maupun kedua. Pada tipe ketiga ini, seseorang memberi kontribusinya bagi berbagai macam amal kebaikan, tetapi ia bukan sebagai orang pertama maupun kedua. Atau bisa juga ia tidak berada dalam posisi strategis ataupun punya otoritas. Tetapi timbangan amal di sisi Allah tak sedikitpun keliru. Bahwa siapa saja yang menanam kebaikan pasti akan menuainya.
- Kita bisa jadi tidak dapat menjadi pemain pertama atau kedua, namun dalam berbagai kesempatan kita bisa menjadi pemain pendukung, dari sebuah proyek raksasa yang bernama gerakan perbaikan. Apapun bentuknya, dimanapun kita berada.
4. Menjadi "Penonton"yang Aktif
- Kadang orang memiliki semangat untuk melakukan kebaikan, namun pada saat yang sama mereka memiliki berjuta keterbatasan. Mereka telah berusaha secara maksimal mengeluarkan seluruh kemampuannya namun tetap saja ia tidak dapat berbuat banyak. Namun dilingkup keterbatasannya ia tetap mengalirkan kebaikan. Tasbih, zikir, takbir, tahmid selalu mengalir dari lisannya. Ditengah keterbatasannya ia memancarkan kebaikan. Bisa dikatakan jika engkau tidak mampu memberikan kebaikan, maka hendaklah jangan mendatangkan keburukan.