RUANG IKLAN

SILAKAN BERIKLAN DI BLOG SAYA.

Ruang Iklan

Space ini bisa Anda gunakan untuk mengiklankan produk Anda

BUKU KOMPUTER AKUNTASNSI ACCURATE ONLINE

SETUP AWAL DATA BASE- INPUT TRANSAKSI-PENYAJIAN LAPOAN KEUANGAN

Minggu, 24 November 2013

Seri PPh Pasal 22: Pemungut Pajak Dari Waktu Ke Waktu

Daftar Pemungut PPh Pasal 22 dalam kurun waktu Nov 2007 s/d yang akan berlaku th 2013 :
PMK-224/PMK.011/2012
Periode 23/2/2013 –
PMK-154/PMK.03/2010
Periode 31/08/2010 – 22/2/13
PMK-154/PMK.03/2007
Periode 27/11/2007 – 30/8/2010
 1.    Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
 1.      Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang.
 2.    bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
2. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
 2.      Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
 3.    bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
3. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
 4.    Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS
 5.    Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
  • PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
  • Bank-bank Badan Usaha Milik Negara
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
 3.      Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali bahan-bahan tersebut pada angka 4.
4.      Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
 6.    Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
 5.      Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.
 7.    Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
 8.    Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
 6.      Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
 9.    Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul
 7.      Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Daftar Pemungut PPh Pasal 22 dalam kurun waktu Mei 2001 – Nov 2007 :

KMK 236/KMK.03/2003
Periode : 2/1/2003 – 26/11/2007
KMK-392/KMK.03/2001
Periode : 4/7/2001 – 1/1/2003
KMK 254/KMK.03/2001
Periode : 1/5/2001 – 3/7/2001
 1.    Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
 1.    Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
 2.    Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang
 2.    Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
 3.    Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4.
 3.    Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4;
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4;
 4.    Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina dan Bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non- APBN.
 4.    Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan Bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non- APBN;”
4. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
 5.    Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
 5.    Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
 6.    Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya.
 6.    Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya.
6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya.
 7.    Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.”
 7.    Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul”.

Seri PPh Pasal 22: Tarif PPh Pasal 22 dari waktu ke waktu

Uraian Transaksi
Th 2013
(Mulai : 23/2/2013)
Th 2010 – 2013
(Periode 31/08/2010 s/d 22/2/13)
Th 2009 – 2010
(Periode  : 1/1/2009 s/d 30/08/2010)
1. Impor selain Kedelai, Gandum & Tepung Terigu yang menggunnakan API
2,5% x Nilai Impor
2,5% x Nilai Impor
2,5% x Nilai Impor
2. Impor Kedelai, Gandum dan Tepung Terigu, yang menggunakan API
0,5% x Nilai Impor
0,5% x Nilai Impor
2,5% x Nilai Impor  (sama dg tariff PPh 22 impor lainnya) 
3. Impor yang tidak menggunakan API
7,5% x Nilai Impor
7,5% x Nilai Impor
7,5% x Nilai Impor
4. Impor yang tidak dikuasai
7,5% x harga jual lelang
7,5% x harga jual lelang
7,5% x harga jual lelang
5. Pembelian Barang oleh Bendahara Pemerintah & KPA
1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN
       Kecuali untuk pembayaran maks Rp 2.000.000
       Kecuali untuk pembayaran atas pembelian BBM, BBG & Pelumas, Benda-benda pos serta  pemakaian air & listrik

1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN
       Kecuali untuk pembayaran maks Rp 2.000.000
       Kecuali Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN(atas Pembelian Barang oleh Bendahara Pemerintah)
       Kecuali untuk pembayaran maks Rp 1.000.000
       Kecuali Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.

6. Pembelian Barang BUMN yg ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22
1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN
       Kecuali untuk pembayaran maks Rp 10.000.000
       Kecuali untuk pembayaran atas pembelian BBM, BBG & Pelumas, Benda-benda pos serta  pemakaian air & listrik

N/A
1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN
7. Penjualan Produk BBM oleh Produsen atau Importir BBM, BBG, Pelumas
       0,25% x Penjualan (tidak termasuk PPN) è untuk penjualan kpd SPBU Pertamina
       0,3% x Penjualan (tidak termasuk PPN) è untuk penjualan kpd SPBU non Pertamina
       0,3% x Penjualan (tidak termasuk PPN) è untuk Penjualan kepada non SPBU
(Note : PPh22 u/SPBU bersifat final)

       0,25% x Penjualan (tidak termasuk PPN) è untuk penjualan kpd SPBU Pertamina
       0,3% x Penjualan (tidak termasuk PPN) è untuk penjualan kpd SPBU non Pertamina
       0,3% x Penjualan (tidak termasuk PPN) è untuk Penjualan kepada non SPBU
(Note : PPh22 u/SPBU bersifat final)

       0,25% x Penjualan (tidak termasuk PPN) è untuk penjualan kpd SPBU Pertamina
       0,3% x Penjualan (tidak termasuk PPN) è untuk penjualan kpd SPBU non Pertamina
       0,3% x Penjualan (tidak termasuk PPN) è untuk Penjualan kepada non SPBU
(Note : PPh22 u/SPBU bersifat final)

8. Penjualan Produk BBG & Pelumas oleh Produsen atau importir BBM, BBG, Pelumas
0,3% x Penjualan (tidak termasuk PPN
0,3% x Penjualan (tidak termasuk PPN
0,3% x Penjualan (tidak termasuk PPN
9. Penjualan Semen oleh Industri Semen kepada Distributor Dalam Negeri
0,25% x DPP PPN
0,25% x DPP PPN
0,25% x DPP PPN
10. Penjualan Kertas oleh Industri Kertas kepada distributor dalam negeri
0,1% x DPP PPN
0,1% x DPP PPN
0,1% x DPP PPN
11.  Penjualan baja oleh Industri baja kepada distributor di dalam negeri
0,3% x DPP PPN
0,3% x DPP PPN
0,3% x DPP PPN
12. Penjualan kendaraan bermotor beroda dua atau lebih oleh Industri Otomotif kepada distributor di dalam negeri
0,45% x DPP PPN
0,45% x DPP PPN
0,45% x DPP PPN
13. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, APM dan Importir Umum
0,45% x DPP PPN
N/A
N/A
14. Penjualan semua jenis oleh Industri Farmasi kepada distributor dalam negeri
0,3% x DPP PPN
N/A
N/A
15. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
0,25% x harga Pembelian tidak termasuk PPN
0,25% x harga Pembelian tidak termasuk PPN
Periode 2/1/2003 s/d 12/3/2009 :0,5% x harga Pembelian tidak termasuk PPNMulai 12/3/2009:0,25% x harga Pembelian tidak termasuk PPN

Pengantar PPh Pasal 22

Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.     Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.     Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.     Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
1.     Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2.     Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3.     BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4.     Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5.     Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.     Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7.     Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8.     Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
1.     Atas impor :
a.     yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
b.     yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c.     yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
2.     Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
3.     Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a.     Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b.     Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c.     Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d.     Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.     Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5.     Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
6.     Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
7.     Atas Penjualan
a.     Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
b.     Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
c.     Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
d.     Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
e.     Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8.     Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1.     Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2.     Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3.     Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4.     Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
5.     Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
6.     Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7.     Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8.     Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9.     Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1.     Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2.     Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3.     Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4.     Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5.     Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1.     PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.     PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3.     PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a.     lembar pertama untuk pembeli;
b.     lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.     lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4.     PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5.     PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6.     PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7.     PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a.     lembar pertama untuk pembeli;
b.     lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c.     lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.