RUANG IKLAN

SILAKAN BERIKLAN DI BLOG SAYA.

Ruang Iklan

Space ini bisa Anda gunakan untuk mengiklankan produk Anda

BUKU KOMPUTER AKUNTASNSI ACCURATE ONLINE

SETUP AWAL DATA BASE- INPUT TRANSAKSI-PENYAJIAN LAPOAN KEUANGAN

Rabu, 09 Januari 2013

Belajar Menata Waktu: Tugas AKhir Semester 1 MAKSI UNS

Bismillah,

Sahabat Rembulan, saat tulisan ini saya munculkan, saya sedang tengah sibuk-sibuknya menyelesaikan tugas akhir semester 1 studi saya di Magister Akuntansi FE UNS. Tulisan ini saya buat sebagai refresing dan pemacu semangat saya untuk terus melangkah menapaki hari-hari agar lebih baik lagi.
SAhabat, terkait dengan tugas akhir saya ini, saya bukan hendak pamer, tapi inilah faktanya. Ada lima mata kuliah yang sedang saya tempuh, yaitu; Etika Bisnis dan Profesi, Auditing, Statistik, Akuntansi Manajemen, dan Manajemen Keuangan.
Tugas-tugas akhir semesternya, mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi berupa pembuatan paper etika bisnis dan profesi di sekolah dan ujian akhir berupa task home exam. Untuk mata kuliah statistik, tugas akhirnya berupa menerjemahkan buku statistik bab 14 dan ujian tertulis. Untuk mata kuliah Auditing tugas akhir semesternya adalah 1) Ringkasan Mata Kuliah 2) Paper dan 3) Task home exam (ditulis tangan). Untuk mata kuliah AKuntansi MAnajemen, tugas akhirnya berupa paper dan ujian akhir : task home exam. dan yang terakhir adalah mata kuliah Manajemen Keuangan berupa paper dan Ujian tertulis.

Masa pengumpulan tugas akhir dan ujian akhir.

Untuk hari jumat, 11 Januari 2013 mengumpulkan tugas dan ujian mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi serta Mata kuliah Statistik.
Untuk hari sabtu, 12 Januari 2013 mengumpulkan tugas dan ujian akhir mata kuliah Auditing, Akuntansi Manajemen dan Manajemen Keuangan.
Sampai detik ini baru task home exam Akuntansi Manajemen yang kelar, tapi papernya belum. Sementara untuk mata kuliah yang lain, jawaban optimisnya adalah wallahu a'lam.

Pelajaran Berharga.

Saat tugas-tugas akhir itu dipaparkan di awal kuliah semester 1, saat itu saya bilang dalam hati, tenang masih lama. Tapi kini tugas itu terasa berkejaran dan seolah tidak ada waktu.Pelajaran yang saya ambil adalah:

  1. The power of kepepet, setelah terdesak waktu sementara tugas begitu banyak, akhirnya banyak ide bermuncalan. 
  2. Benar ungkapan Hasan al Banna, kewajian yang kiti miliki lebih banyak dari waktu yang kita punya.
  3. Haritsun alaaa waqtihi sangat penting dan tidak berhenti berimprovisasi

bersambung...www,ngantukbanget.com

DOA IBU SEPANJANG JALAN... Mom I Love You

Hidup bersama dengan orang tua tidaklah selamanya mulus-mulus saja. Kadang ada kerikil-kerikil kecil dalam sandal, yang membuat langkah kita harus terhenti sejenak untuk membersihkan hati agar berprasangka baik kepada anak maupun kepada orang tua.
Tidak selamanya pendapat kita harus sama dengan keinginan orang tua, karena zaman yang berubah maupun kondisi lingkungan yang berbeda. Namun Hidup dengan orang tua memang banyak nilai positifnya, kita bisa berbagi kesenangan saat tanggal muda dengan makan bersama dengan berbagi sebagian dari gaji yang kita peroleh, dapat memberi perhatian lebih pada orang tua sekaligus sebagai pelindung buat orang tua di saat diperlukan dan merawatnya tatkala sakit.
Kakak saya sebagai sales Toyota di daerah Jawa Tengah, mungkin merupakan anak yang paling berjasa dibanding dengan anak-anak yang lain, karena berkesempatan tinggal dengan ibu saya yang tinggal sebatang kara. Sementara anak-anak yang lain tinggal di kota lain bersama suami/isteri masing-masing.
Sebenarnya secara manusiawi mungkin capek, letih menempuh jarak 100 km tiap hari dari Boyolali-Salatiga, tetapi karena ingin berbakti kepada ibu saya, hal itu tidaklah begitu dirasakan.
Tahun demi tahun rupanya rasa letih yang terakumulasi tersebut menjadi pertimbangan kakak saya untuk mendekati tempat kerjanya di Salatiga. Berat rasanya, namun apa boleh buat. Pada tahun pertama isterinya ditinggal di rumah bersama ibu, tetapi karena hidup berkeluarga afdolnya menjadi satu, akhirnya diboyong juga ke Salatiga.
Walaupun ibu saya tinggal sendirian, beliau tetap mendoakan untuk kebaikan kakak dan anak yang lain. Bahkan banyak doa ibu saya yang dikabulkan sangat cepat.
Pernah suatu ketika menjelang lebaran tiba, kakak membawakan beras 2 kantong dan ibu saya berterima kasih serta mendoakan semoga jualan mobilnya laris. Eeeeh… terkabul hari berikutnya masih pagi-pagi ada yang telpon pesan mobil langsung 2 kebetulah stok tersedia dan bisa langsung dikirim. Alhamdulillah.
Memang kakak saya termasuk orang yang gemar berbagi terutama untuk ibu, tetapi ia tidak pernah merasa rugi. Suatu saat sepulang kerja ia berbagi bonus kepada ibu entah berapa jumlahnya. Lagi-lagi doa ibu di bayar tunai, normalnya setiap menjual 1 mobil dapat komisi tunai 250.000, namun tidak berlaku untuk hari itu, karena seseorang membeli dengan kredit dan menyerahkan proses pembiayaan kepada kakak, saat diminta nomor rekening kakak saya nurut saya, dan setelah dicek ternyata mendapat kiriman 6 juta. Subhanallah.
Terakhir yang baru terjadi sepekan yang lalu, sebelum mengikuti kontes kakak minta doa kepada ibu agar juara I, alhamdulillah terkabul juga dan mendapat hadiah beberapa juta rupiah.
Kerikilnya ada juga lho, pernah kakak saya diminta bantuan ibu saya tidak menurut, karena sedang letih atau gimana, begitupun ibu saya sangat perlu bantuan kakak. Karena kesal ibu saya berkata, “Nanti kalau jatuh tidak saya tolongin lho.” Baru satu jam kakak saya berangkat kerja, ibu mendapat kabar bahwa kakak jatuh dari motor dan sedang dirawat di rumah sakit. Ibu saya sangat menyesal teringat ucapan tadi pagi, dan tak henti-henti menangis kerena khilaf. Makanya ibu-ibu janganlah berkata yang tidak baik untuk anaknya walaupun sedang kecewa.
Bagaimanapun doa dan kasih sayang ibu adalah sepanjang masa, karena ibu selalu mendoakan kebaikan untuk anaknya, untuk itu banyak-banyaklah berbuat baik kepada ibu, banyak bersedekah, bahagiakan Ia, doanya sangat di dengar Allah.
Ruang Server Depkeu, 4 Desember 2006
www.hartono.co.nr

Beramal Islami di Dalam dan Melalui Jama'ah


Ummat ini bagaikan daun-daun yang berguguran, mudah sekali diterpa angin. Tiada kekuatan yang mampu menghimpunnya kembali, menata seperti ia masih bergayut pada pohonnya. Begitulah kenyataan! Banyak orang saleh, orang hebat, tapi semuanya seperti daun-daun yang berhamburan. Oleh karena itu, jalan panjang untuk menuju kebangkitan ummat ini haruslah dimulai dari menghimpun daun-daun tersebut dalam wadah yang bernama jama'ah, merajut kembali jalinan cinta, satukan potensi dan kekuatan, sehingga ia menjadi pohon peradaban yang teduh, menaungi kemanusiaan.

Walaupun satu keluarga kami tak saling mengenal
Himpunlah daun-daun yang berhamburan ini
Hidupkan lagi ajaran saling mencinta
Ajari lagi kami berkhidmat seperti dulu

Itulah beberapa bait dari sajak doa Iqbal. Mungkin batinnya menjerit pada setiap kesaksiannya atas zamannya; ummat ini seperti daun-daun yang berhamburan. Seperti daun-daun yang gugur diterpa angin, tak ada lagi kekuatan yang dapat menghimpunnya kembali, menatanya seperti ketika ia masih menggayut pada pohonnya.

Begitulah kenyataan ummat ini; mungkin banyak orang saleh diantara mereka, tapi semuanya seperti daun-daun yang berhamburan, tidak terhimpun dalam sebuah wadah yang bernama jama'ah. Mungkin banyak orang hebat diantara mereka, tapi kehebatan mereka hilang diterpa angin zaman. Mungkin banyak potensi yang tersimpan pada individu-individu diantara mereka, tapi semuanya berserakan di sana sini, tak terhimpun.

Maka jama'ah adalah alat yang diberikan Islam bagi umatnya untuk menghimpun daun-daun yang berhamburan itu; supaya kekuatan setiap satu orang saleh, atau orang hebat, atau satu potensi, bertemu padu dengan kekuatan saudaranya yang lain, yang sama salehnya, yang sama hebatnya, yang sama potensialnya.

Jama'ah juga merupakan CARA YANG PALING TEPAT UNTUK MENYEDERHANAKAN PERBEDAAN-PERBEDAAN PADA INDIVIDU. Di dalam satu jama'ah, individu-individu yang memiliki kemiripan disatukan dalam sebuah simpul. Maka meskipun ada banyak jama'ah, itu tetap jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Sebab JAUH LEBIH MUDAH MEMETAKAN ORANG BANYAK MELALUI PENGELOMPOKAN ATAU SIMPUL-SIMPULNYA, KETIMBANG HARUS MEMETAKAN MEREKA SEBAGAI INDIVIDU.

Maka jalan panjang menuju kebangkitan kembali ummat ini, harus dimulai dari menghimpun daun-daun yang berhamburan itu, merajut kembali jalinan cinta diantara mereka, menyatukan potensi dan kekuatan mereka, kemudian `meledakkannya' pada momentum sejarahnya, menjadi pohon peradaban yang teduh, yang menaungi kemanusiaan.

Tapi itulah masalahnya. Ternyata itu bukan pekerjaan yang mudah. Ternyata cinta tidak mudah ditumbuhkan diantara mereka. Ternyata orang saleh tidak mudah disatukan. Ternyata orang hebat tidak selalu bersedia menyatu dengan orang hebat yang lain. Mungkin itu sebabnya, ada ungkapan di kalangan gangster mafia; seorang prajurit yang bodoh, kadang-kadang lebih berguna dari pada dua orang jenderal yang hebat. Tapi tidak ada jalan lain; NABI UMMAT INI TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN SETIAP ORANG DI ANTARA KITA UNTUK MENINGGALKAN JAMA'AH SEMATA-MATA KARENA IA TIDAK MENEMUKAN KECOCOKAN BERSAMA ORANG LAIN DALAM JAMA'AHNYA. Sebab, kekeruhan jama'ah, kata Imam Ali Bin Abi Thalib Ra, jauh lebih baik daripada kejernihan individu.
DARI INDIVIDU KE JAMA'AH

Orang-orang saleh diantara kita harus menyadari, bahwa tidak banyak yang dapat ia berikan atau sumbangkan untuk Islam kecuali kalau ia bekerja di dalam dan melalui jama'ah. Mereka tidak dapat menolak fakta bahwa tidak ada orang yang dapat mempertahankan hidupnya tanpa bantuan orang lain, bahwa tidak pernah ada orang yang dapat melakukan segalanya atau menjadi segalanya, bahwa KECERDASAN INDIVIDUAL TIDAK PERNAH DAPAT MENGALAHKAN KECERDASAN KOLEKTIF. Bekerja di dalam dan melalui jama'ah tidak hanya terkait dengan fitrah sosial kita, tapi terutama terkait dengan kebutuhan kita untuk menjadi lebih efisien, efektif dan produktif.

Ada juga alasan lain. Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh ahli-ahlinya dicirikan sebagai masyarakat jaringan, masyarakat organisasi. Semua aktivitas manusia dilakukan di dalam dan melalui organisasi; pemerintahan, politik, militer, bisnis, kegiatan sosial kemanusiaan, rumah tangga, hiburan dan lainnya. Itu merupakan kata kunci yang menjelaskan, mengapa masyarakat moderen menjadi sangat efektif dan efisien serta produktif.

Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan yang ada pada setiap individu sesungguhnya dapat dihilangkan dengan mengisi keterbatasan mereka itu dengan kekuatan-kekuatan yang ada pada individu-individu yang lain. Jadi kebutuhan setiap individu Muslim untuk bekerja, atau beramal Islami di dalam dan melalui jama'ah, bukan saja lahir dari kebutuhan untuk meningkatkan efektivitas, efesiensi dan produktivitasnya, tapi juga lahir dari kebutuhan untuk bekerja dan beramal Islami pada level yang setara dengan tantangan zaman kita.

Musuh-musuh kita mengelola dan mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka dengan rapi, sementara kita bekerja sendiri-sendiri, tanpa organisasi, dan kalau ada, biasanya tanpa manajemen.

Pilihan untuk bekerja dan beramal Islami di dalam dan melalui jama'ah hanya lahir dari kesadaran mendalam seperti ini. Tapi kesadaran ini saja tidak cukup. Ada persyaratan psikologis lain yang harus kita miliki untuk dapat bekerja lebih efektif, efisien dan produktif dalam kehidupan berjama'ah.

1. KESADARAN BAHWA KITA HANYALAH BAGIAN DARI FUNGSI PENCAPAIAN TUJUAN

Jama'ah didirikan untuk mencapai tujuan-tujuan besar. Untuk jama'ah bekerja dengan sebuah perencanaan dan strategi yang komprehensif dan integral. Di dalam strategi besar itu, individu harus ditempatkan sebagai bagian dari keseluruhan elemen yang diperlukan untuk mencapainya. Jadi sehebat apa pun seorang individu, bahkan sebesar apa pun kontribusinya, dia tidak boleh merasa lebih besar daripada strategi dimana ia merupakan salah satu bagiannya. Begitu ada individu yang merasa lebih besar dari strategi jama'ah, maka strategi itu akan berantakan. Untuk itu setiap indvidu harus memiliki kerendahan hati yang tulus.

2. SEMANGAT MEMBERI YANG MENGALAHKAN SEMANGAT MENERIMA

Dalam kehidupan berjama'ah terjadi proses memberi dan menerima. Tapi jika pada sebagian besar proses kita selalu berada pada posisi menerima, maka secara perlahan kita `mengkonsumsi' kebaikan-kebaikan orang lain hingga habis. Itu tidak akan pernah mampu melanggengkan hubungan individu dalam sebuah jama'ah. Betapa bijak nasihat KH Ahmad Dahlan kepada warga Muhammadiyah; "Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah".

3. KESIAPAN UNTUK MENJADI TENTARA YANG KREATIF

Pusat stabilitas dalam jama'ah adalah kepemimpinan yang kuat. Tapi seorang pemimpin hanya akan menjadi efektif apabila ia memiliki prajurit-prajurit yang taat dan setia. Ketaatan dan kesetiaan adalah inti keprajuritan. Begitu kita bergabung dalam sebuah jama'ah, kita harus bersiap untuk menjadi taat dan setia. Tapi ruang lingkup amal Islami yang sangat luas membutuhkan manusia-manusia kreatif. Dan kreativitas tidak bertentangan dengan ketaatan dan kesetiaan. Jadi
kita harus menggabungkan antara ketaatan dan kreativitas; ketaatan lahir dari kedisiplinan dan komitmen, sementara kreativitas lahir dari kecerdasan dan kelincahan. Dan itu merupakan perpaduan yang
indah.

4. BERORIENTASI PADA KARYA, BUKAN PADA POSISI

Jebakan terbesar yang dapat menjerumuskan kita dalam kehidupan berjama'ah adalah posisi struktural. Jama'ah hanyalah wadah bagi kita untuk beramal. Maka kita harus selalu berorientasi pada amal dan karya yang menjadi tujuan utama kita berjama'ah, dan memandang posisi structural sebagai perkara sampingan saja. Dengan begitu kita akan selalu bekerja dan berkarya ada atau tanpa posisi struktural.

5. BEKERJASAMA WALAUPUN BERBEDA

Perbedaan adalah tabiat kehidupan yang tidak dapat dimatikan oleh jama'ah. Maka adalah salah jika berharap untuk hidup dalam sebuah jama'ah yang bebas dari perbedaan. Yang harus kita tumbuhkan adalah kemampuan jiwa dan kelapangan dada untuk tetap bekerjasama di tengah berbagai perbedaan. Perbedaan tidaklah sama dengan perpecahan, dan karena itu kita tetap dapat bersatu walaupun kita berbeda.

JAMAAH YANG EFEKTIF

Mungkin jauh lebih realistis untuk mencari jama'ah yang efektif ketimbang mencari jama'ah yang ideal. Kita adalah ummat yang sakit. Setiap kita mewarisi kadar tertentu dari penyakit tersebut. Jika orang-orang sakit itu saling bertemu dalam sebuah jama'ah, pada dasarnya jama'ah itu juga merupakan jama'ah yang sakit. Itulah faktanya. Tapi tugas kita menyalakan lilin, bukan mencela kegelapan.

Jama'ah yang efektif adalah JAMA'AH YANG DAPAT MENGEKSEKUSI ATAU MEREALISASIKAN RENCANA-RENCANANYA. Kemampuan eksekusi itu lahir dari integrasi antara berbagai elemen; ada sasaran dan target yang jelas, strategi yang tepat, sarana pendukung yang memadai, pelaku yang bekerja dengan penuh semangat, lingkungan strategi yang kondusif.

Jama'ah yang didirikan untuk kepentingan menegakkan syariat Allah Swt di muka bumi, akan menjadi efektif apabila ia memiliki syarat-syarat berikut ini;

1. IKATANNYA AQIDAH, BUKAN KEPENTINGAN

Orang-orang yang bergabung dalam jama'ah itu disatukan oleh ikatan aqidah, dipersaudarakan oleh iman, dan bekerja untuk kepentingan Islam. Mereka tidak disatukan oleh kepentingan duniawi yang biasanya lahir dari dua kekuatan syahwat; keserakahan (hubbud dunya) dan ketakutan (karahiatul maut).

2. JAMA'AH ITU SARANA, BUKAN TUJUAN

Jama'ah itu tetap diposisikan sebagai sarana, bukan tujuan. Sehingga tidak ada alasan untuk memupuk dan memelihara fanatisme sekadar untuk menunjukkan kesetiaan pada grup. Hilangnya fanatisme juga memungkinkan jama'ah-jama'ah itu saling bekerja sama diantara mereka, membangun jaringan yang kuat, dan tidak terjebak dalam pertarungan yang saling mematikan.

3. SISTEM, BUKAN TOKOH

Jama'ah itu akan menjadi efektif jika orang-orang yang ada di dalamnya bekerja dengan sebuah sistem yang jelas, bukan bekerja dengan seseorang yang berfungsi sebagai sistem. Pemimpin dan prajurit hanyalah bagian dari strategi, sistem adalah sesuatu yang terpisah. Dengan cara ini kita mencegah munculnya diktatorisme dimana selera sang Pemimpin menjelma menjadi sistem.

4. PENUMBUHAN, BUKAN PEMANFAATAN

Sebuah jama'ah akan menjadi efektif jika ia memandang dan menempatkan orang-orang yang bergabung ke dalamnya sebagai pelaku-pelaku, yang karenanya perlu ditumbuh-kembangkan secara terus menerus, untuk fungsi pencapaian tujuan jama'ah itu. Jama'ah itu akan menempatkan dirinya sebagai fasilitator bagi perkembangan kreativitas individunya, dan tidak memandang mereka sebagai pembantu-pembantu yang harus dipaksa bekerja keras, atau sapi-sapi yang dungu yang harus diperah setiap saat.

5. MENGELOLA PERBEDAAN, BUKAN MEMATIKANNYA

Jama'ah yang efektif selalu mampu mengubah keragaman menjadi sumber kreativitas kolektifnya. Dan itu dilakukan melalui mekanisme syuro yang dapat memfasilitasi setiap perbedaan untuk diubah menjadi konsensus..


(Diambil dari Buku "Dari Gerakan ke Negara"
Oleh: Anis Matta)