RUANG IKLAN

SILAKAN BERIKLAN DI BLOG SAYA.

Ruang Iklan

Space ini bisa Anda gunakan untuk mengiklankan produk Anda

BUKU KOMPUTER AKUNTASNSI ACCURATE ONLINE

SETUP AWAL DATA BASE- INPUT TRANSAKSI-PENYAJIAN LAPOAN KEUANGAN

Tampilkan postingan dengan label TSAQAFAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TSAQAFAH. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 07 Desember 2013

Politik dan Sejarah

Oleh: M Anis Matta 

 Anis Matta: Capres PKS Tak Mesti Presiden Partai

 
POLITIK bisa punya banyak makna dan kebanyakan dari pemaknaan itu bertalian dengan kekuasaan. Tidak salah, tetapi saya ingin membahas politik dari sudut pandang yang berbeda. Saya ingin memahami politik sebagai  ”industri” pemikiran.Sebagai bursa pemikiran, politik bertugas memberi arah bagi kehidupan masyarakat. Politik terancam gagal jika masyarakatnya mengalami rasa kehilangan arah yang dituju (sense of direction). Hilangnya sense of direction tersebut tampak dari suasana hati publik (public mood) yang diwarnai kemarahan dan kecemasan kolektif, menggantikan kepercayaan dan harapan kolektif mereka.


 Agar dapat menjalankan tugas memberi arah itu, politik—dalam arti kehidupan politik secara keseluruhan—harus mampu memahami, merekam, dan menangkap perubahan fundamental yang terjadi di tengah masyarakat serta memberi arah yang benar bagi perubahan itu.
  
Jika kita melihat rentang sejarah, dinamika perubahan sosial merupakan interaksi empat elemen: manusia, ide, ruang, dan waktu. Manusia adalah pusat perubahan karena merupakan pelaku atau aktor di mana ruang dan waktu merupakan panggung pertunjukannya. Ide jadi penggerak manusia dalam seluruh ruang dan waktunya. Setiap kali ada perubahan yang penting dalam ide-ide manusia, kita akan menyaksikan perubahan besar dalam masyarakat mengikutinya.

 Manusia bergerak dalam ruang dan waktu secara dialektis, antara tantangan dan respons terhadap tantangan tersebut. Ide atau gagasan yang memenuhi benak manusia merupakan manifestasi dari dinamika dialektis itu. Hidup manusia bergerak dan terus bertumbuh karena merespons tantangan di sekelilingnya. Hasil dari respons baru tersebut selanjutnya melahirkan tantangan-tantangan baru yang menuntut respons-respons baru. Begitu seterusnya.

Dalam perspektif itulah, politik bertemu dengan sejarah. Sejarah adalah cerita tentang manusia di tengah seluruh ruangnya dalam rentang waktu yang panjang. Sejarah adalah cerita tentang tiga orang: orang yang sudah meninggal, orang yang masih hidup, dan orang yang akan lahir. Jika politik ingin memahami drama perubahan sosial secara komprehensif, politik harus memahami cerita tentang tiga orang itu. Politik menjadi dangkal jika ia hanya memahami cerita tentang satu orang, yaitu orang yang masih hidup. Itu adalah jebakan kekinian, di mana kita tampak seperti telah menyelesaikan masalah hari ini ketika sebenarnya yang kita lakukan justru memindahkan beban masalah itu kepada generasi yang akan lahir esok hari.

Berpijak pada sejarahJika sejarah adalah cerita tentang hari kemarin, hari ini, dan hari esok, sejarah bukan saja metode untuk memahami masa lalu dan masa kini, melainkan juga menjadi jalan paling efektif menemukan alasan untuk tetap berharap bahwa esok hari cerita hidup kita akan lebih baik.

Membaca sejarah adalah cara menemukan harapan. Harapanlah yang membuat kita rela dan berani melakukan kebajikan-kebajikan hari ini walaupun buah kebajikan itu akan dipetik mereka yang baru akan lahir esok hari. Tugas politik adalah memberi arah bagi kehidupan masyarakat agar mereka merasa memiliki satu arah yang dituju, memiliki orientasi. Rasa memiliki arah ini merupakan sumber kepercayaan diri dan harapan yang kuat bagi masa depan.

Sebaliknya, chaos dan anomi membuat orang merasa tersesat dan limbung. Untuk dapat menemukan arah itulah, kehidupan politik harus berpijak pada sejarah. Berpijak pada sejarah tidak berarti melulu melihat ke belakang atau memuja kejayaan masa lalu; berpijak pada sejarah harus dimaknai sebagai keyakinan merancang masa depan.

Muatan sejarah menghindarkan politik dari kedangkalan dan membawanya pada kedalaman kesadaran. Dengan memahami sejarah, politik akan bergeser dari pandangan sempit sekadar berebut kekuasaan menuju keluasan cakrawala pemikiran, dari sekadar perdebatan mengurusi kenegaraan menjadi perbincangan arsitektur peradaban.

Pertanyaan yang segera menghadang kita adalah apa yang akan terjadi pada Pemilu 2014? Apakah pesta demokrasi tahun depan itu sekadar menjadi ajang peralihan kekuasaan secara damai, sesuatu yang business as usual di dalam demokrasi?

Pemilu 2014 adalah momentum peralihan sejarah yang didorong oleh perubahan struktur demografis Indonesia. Penduduk berusia 45 tahun ke bawah mencapai sekitar 60 persen dari populasi. Bukan sekadar mendominasi dari segi jumlah, kelompok ini bercirikan pendidikan yang tinggi, kesejahteraan yang membaik, dan terkoneksi dengan dunia luar melalui internet. Kita juga menyaksikan lahirnya native democracy, yaitu mereka yang sejak lahir hanya mengenal demokrasi. Pemilih pemula yang berusia 17 tahun pada 2014 adalah mereka yang lahir pada 1997. Mereka tidak merasakan perbedaan suasana otoriter pada masa Orde Baru dengan kebebasan pada masa kini. Bagi mereka, demokrasi dan kebebasan adalah sesuatu yang terberi (given) dan bukan hasil perjuangan berdarah-darah.

Mayoritas baru ini memerlukan jawaban baru dari partai politik. Ada hal-hal yang akan dianggap usang. Mereka ingin melihat visi dan agenda baru. Untuk menjawab tantangan itu, politik harus bisa mendefinisikan di mana kita berada sebagai sebuah bangsa dan sebuah entitas peradaban sekarang ini. Sejumlah gelombang sejarah telah kita lalui sebagai negara-bangsa dan banyak pelajaran penting yang dapat kita sarikan. Pertanyaan mendasar ini menghindarkan kita dari jebakan kedangkalan politik. Sejarah adalah  kompas bagi politik dalam mengarungi masa yang akan datang.

M Anis Matta, Presiden Partai Keadilan Sejahtera

Jumat, 06 Desember 2013

Na’am! Kita Ahlus Sunnah wal Jamaah

Oleh: Farid Nu'man Hasan


Dahulu Islam memang satu

Sebagian kalangan mencoba mengaburkan fakta keberagaman dengan alasan wihdatul ummah (persatuan umat). Mereka mencoba “mendamaikan” antara Ahlus Sunnah dan Syiah di bawah slogan; Tuhan yang satu, Nabi yang satu, Kitab yang satu, Kiblat yang satu, buat apa kita berpecah ….., begitu rahmat slogan ini tetapi di baliknya mengandung azab. Apakah mungkin bersatu kepada kaum yang jika disebut nama Abu Bakar, Umar, Utsman, Muawiyah, dan Abu Hurairah, mereka menyebutnya dengan la’natullah ‘alaihim, thaghutmunafiq …. Sedangkan kita mendoakannya dengan Radhiallahu ‘Anhum (semoga Allah meridhai mereka) …?

Jika Anda ditanya, apa agamamu? Lalu Anda jawab: “Saya Islam, maka saya muslim.” Sesuai ayat:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk kaum muslimin?” (QS. Al Fushilat: 33)
Jika Anda menjawab “saya muslim” karena berhujah dengan ayat ini maka Anda benar ketika Anda hidup pada masa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebab saat itu Islam masih satu wajah, belum ada yang menyimpangkan dan menyelewengkan. Ada pun pada masa selanjutnya, puluhan bahkan ratusan firqah menyebar di berbagai negeri muslim, dan semuanya menyandarkan dirinya pada Islam; ada syiah, khawarij, murjiah, mu’tazilah, qadariyah, jabbariyah, musyabbihah, mujassimah, qaramithah, hasyawiyah, jahmiyah, atau sekte-sekte modern seperti Ahmadiyah, Islam Jamaah, Isa Bugis, NII KW 9, dan sebagainya. Maka, tidak cukup pada masa fitnah seperti ini Anda menjawab “saya muslim” tetapi jawablah “saya muslim sunni (pengikut ahlus Sunnah).”

Dalam Shahih Muslim, disebutkan bahwa Imam Muhammad bin Sirin Radhiallahu ‘Anhu menyebut nama Ahlus Sunnah untuk membedakan diri terhadap Ahli bid’ah pada zaman fitnah.
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ قَالَ لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنْ الْإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتْ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
Berkata kepada kami Ja’far Muhammad bin Shabbah, berkata kepada kami Ismail bin Zakariya, dari ‘Ashim, dari Ibin Sirin, katanya: Dahulu mereka tidak pernah menanyakan tentang isnad. Ketika terjadi fitnah mereka mengatakan: “Sebutlah nama periwayat kalian kepada kami, maka jika dilihat dari Ahli Sunnah maka diambil hadits mereka, dan jika dilihat dari Ahli Bid’ah maka jangan ambil hadits darinya.” (Shahih Muslim, Bab Bayan Annal Isnaad minad Diin)

Kenapa Memilih Mazhab Ahlus Sunnah?

Dari Irbadh bin Sariyah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Barang siapa di antara kalian hidup setelah aku, maka akan melihat banyak perselisihan, maka hendaknya kalian berada di atas sunnahku, dan sunah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk, maka berpegang teguhlah padanya dan gigitlah dengan geraham kalian.” (HR. Abu Daud No. 4607, At Tirmidzi No. 2676, katanya: hasan shahih. Ibnu Majah No. 42, Ahmad No. 17142, 17144, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 20215, Al Hakim, Al Mustadrak No. 329, katanya: hadits ini shahih tak ada cacat. Syaikh Al Albani mengatakan: sanadnya shahihAs Silsilah Ash Shahihah No. 2735)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ
“Hendaknya kalian bersama jamaah, dan hati-hatilah terhadap perpecahan.” (HR. At Tirmidzi No.2165, Katanya: hasan shahih gharib. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra, 5/389. Syaikh Al Albani menshahihkan, lihat Irwa’ul Ghalil, 6/215)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فمن أراد منكم بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة ، فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد
“Barang siapa di antara kalian menghendaki tamannya surga, maka berpeganglah pada jamaah, sebab syaitan itu bersama orang yang sendirian, ada pun bersama dua orang, dia menjauh.” (HR. At Tirmidzi No. 2165, katanya: hasan shahih gharib. Ahmad No. 177, Ibnu Hibban No. 4576. Al Hakim, Al Mustadrak ‘alash Shahihain No. 387, katanya: shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 430)

Allah Ta’ala berfirman:
 يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram…” (QS. Ali Imran (3): 106)
Berkata Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma:
تبيض وجوه أهل السنة والجماعة وتسود وجوه أهل البدعة.
“Putih berseri wajah Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan hitam muram wajah ahli bid’ah.” (Imam Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkamil Quran, 4/167. Tafsir Ibnu Abi Hatim, 3/124. Imam Al Baghawi, Ma’alimut Tanzil, 2/87. Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 2/10. Imam Ibnul Jauzi, Zaadul Masir, 1/393. Imam As Suyuthi, Ad Durul Mantsur, 2/407)

Nasihat Generasi Awal Islam

Berkata Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:
 عليكم بالسبيل والسنة فإنه ليس من عبد على سبيل وسنة ذكر الرحمن ففاضت عيناه من خشية الله فتمسه النار وإن اقتصادا في سبيل وسنة خير من اجتهاد في إخلاف
“Hendaknya kalian bersama jalan kebenaran dan As Sunnah, sesungguhnya tidak akan disentuh neraka, orang yang di atas kebenaran dan As Sunnah dalam rangka mengingat Allah lalu menetes air matanya karena takut kepada Allah Ta’ala. Sederhana mengikuti kebenaran dan As Sunnah adalah lebih baik, dibanding bersungguh-sungguh dalam perselisihan.”
Dari Abul ‘Aliyah, dia berkata:
عليكم بالأمر الأول الذي كانوا عليه قبل أن يفترقوا قال عاصم فحدثت به الحسن فقال قد نصحك والله وصدقك
“Hendaknya kalian mengikuti urusan orang-orang awal, yang dahulu ketika mereka belum terpecah belah.” ‘Ashim berkata: “Aku menceritakan ini kepada Al Hasan, maka dia berkata: ‘Dia telah menasihatimu dan membenarkanmu.’ “
Dari Al Auza’i, dia berkata:
اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم وقل بما قالوا وكف عما كفوا عنه واسلك سبيل سلفك الصالح فانه يسعك ما وسعهم
“Sabarkanlah dirimu di atas As Sunnah, berhentilah ketika mereka berhenti, dan katakanlah apa yang mereka katakan, tahanlah apa-apa yang mereka tahan, dan tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena itu akan membuat jalanmu lapang seperti lapangnya jalan mereka.”
Dari Yusuf bin Asbath, dia berkata:
قال سفيان يا يوسف إذا بلغك عن رجل بالمشرق أنه صاحب سنة فابعث إليه بالسلام وإذا بلغك عن آخر بالمغرب أنه صاحب سنة فابعث إليه بالسلام فقد قل أهل السنة والجماعة
“Berkata Sufyan: Wahai Yusuf, jika sampai kepadamu seseorang dari Timur bahwa dia seorang pengikut As Sunnah, maka kirimkan salamku untuknya. Jika datang kepadamu dari Barat bahwa dia seorang pengikut As Sunnah, maka kirimkan salamku untuknya, sungguh, Ahlus Sunnah wal Jamaah itu sedikit.”
Dari Ayyub, dia berkata:
إني لأخبر بموت الرجل من أهل السنة فكأني أفقد بعض أعضائ
“Sesungguhnya jika dikabarkan kepadaku tentang kematian seorang dari Ahlus Sunnah, maka seakan-akan telah copot anggota badanku.”
Dan masih banyak lagi nasihat yang serupa. (Lihat semua ucapan salaf ini dalam Talbisu Iblis, hal. 10-11, karya Imam Abul Faraj bin Al Jauzi)
Sementara Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah menegaskan tentang fikrah dakwahnya:
دعوة سلفية : لأنهم يدعون إلى العودة بالإسلام إلى معينه الصافي من كتاب الله وسنة رسوله. وطريقة سنية : لأنهم يحملون أنفسهم علي العمل بالسنة المطهرة في كل شيء ، وبخاصة في العقائد والعبادات ما وجدوا إلى ذلك سبيلا
Da’wah Salafiyah: karena mereka menyeru kembali kepada Islam dengan maknanya yang murni dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
Thariqah sunniyah: karena mereka membawa jiwa untuk beramal dengan sunnah yang suci dalam segala hal, khususnya dalam hal aqidah dan ibadah, sejauh yang mereka mampu.” (Al Imam Hasan Al Banna, Majmu’ah Ar Rasail, Hal. 183. Al Maktabah At Taufiqiyah).

Definisi Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Berkata Syaikh Muhammad Khalil Hiras:
وَالْمُرَادُ بِالسُّنَّةِ : الطَّرِيقَةُ الَّتِي كَانَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصَحْابُهُ قَبْلَ ظُهُورِ الْبِدَعِ وَالْمَقَالَاتِ .
وَالْجَمَاعَةُ فِي الْأَصْلِ : الْقَوْمُ الْمُجْتَمِعُونَ ، وَالْمُرَادُ بِهِمْ هُنَا سَلَفُ هَذِهِ الْأُمَّةِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ ، الَّذِينَ اجْتَمَعُوا عَلَى الْحَقِّ الصَّرِيحِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى وَسُنَّةِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Maksud dari As Sunnah adalah jalan yang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya ada di atasnya, sebelum nampaknya bid’ah dan perkataan-perkataan menyimpang.
Sedangkan Al Jamaah pada asalnya, bermakna: Kaum yang berkumpul, tetapi yang dimaksud di sini adalah pendahulu umat ini dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang yang berkumpul di atas kebenaran yang jelas dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah, Hal. 26)
Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu tentang makna Al Jamaah:
الجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الَحَقّ ، وَإِن كُنْتَ وَحْدَكَ
Al Jamaah adalah apa-apa yang bersesuaian dengan kebenaran, walau pun kau seorang diri.” (Syaikh Abdullah bin Abdil Hamid Al Atsari, Al Wajiz fi ‘Aqidah As Salaf Ash Shalih, Hal.25)
Sementara dalam kitab lain, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu pula:
إنما الجماعة ما وافق طاعة الله وإن كنت وحدك
“Sesungguhnya Al Jamaah adalah apa-apa yang bersesuaian dengan ketaatan kepada Allah, walau kau seorang diri.” (Imam Al Lalika’i, Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaah, 1/63)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri menjelaskan makna Al Jamaah:
ما أنا عليه وأصحابي
“Apa-apa yang Aku dan sahabatku berada di atasnya.” (HR. At Tirmidzi No. 2641. Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2641)
Syaikh Abdullah bin Abdil Hamid Al Atsari, memberikan kesimpulan tentang makna Ahlus Sunnah wal Jamaah, sebagai berikut:
فَأهلُ السُّنَّةِ والجماعة :
هم المتمسكون بسُنٌة النَّبِيِّ- صلى اللّه عليه وعلى آله وسلم- وأَصحابه ومَن تبعهم وسلكَ سبيلهم في الاعتقاد والقول والعمل ، والذين استقاموا على الاتباع وجانبوا الابتداع ، وهم باقون ظاهرون منصورون إِلى يوم القيامة فاتَباعُهم هُدى ، وخِلافهم ضَلال .
“Maka, Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah mereka yang berpegang teguh dengan sunnah (jalan) Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dan menempuh jalan mereka dalam perkara aqidah, ucapan, dan perbuatan, dan orang-orang yang istiqamah dalam ittiba’ (mengikuti sunnah) dan menjauhkan bid’ah, merekalah orang-orang yang menang dan mendapat pertolongan pada hari kiamat. Maka mengikuti mereka adalah petunjuk, dan berselisih dengan mereka adalah sesat.” (Al Wajiz …, Hal. 25)
Jadi, ada dua kata kunci dalam memahami istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah:
  1. Apa yang mereka jalankan? Yakni thariqah (metode/jalan) yang pernah dilakoni oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, sahabat, dan tabi’in.
  2. Siapa sajakah mereka? Yakni Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabat, dan tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, bersama kebenaran yang mereka bawa.
Sehingga, siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, manusia yang mengikuti jalan yang pernah ditempuh mereka, maka itulah Ahlus Sunnah wal Jamaah, walaupun dia seorang diri.
Wallahu A’lam.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/11/05/41715/naam-kita-ahlus-sunnah-wal-jamaah/#ixzz2meggoDfs 

Rabu, 04 Desember 2013

KAJIAN: DASAR-DASAR ISLAM

Bismillah...
Sahabat pembaca, insyaAllah saya akan menampilkan seri kajian dasar-dasar Islam. Semoga bermanfaat untuk kita semua.  Agama yang kita cintai ini akan menuntun kita menapaki kehidupan yang baik. Jika tanpa ISLAM manusia sudah bisa menempuh kemuliaan hidup tentu saja Allah tidak perlu menurunkan Nabi dan Kitab untuk menyampaikan risalah ISLAM kepada kita semua.

Sebagai cuplikan materi mendatang saya sajikan gambar-gambar power point nya




Selasa, 10 September 2013

Krisis Mesir, Nasi telah Menjadi Bubur

SUmber : www.hidayatullah.com 

TEPAT kiranya komentar yang dikemukakan pakar independen Mesir, Fahmi Huweidi yang menggambarkan ``Rabu Hitam`` pembantaian pengunjukrasa damai pro legitimasi Presiden terguling, Mohammad Mursy oleh militer dan aparat keamanan sebagai sejarah hitam Mesir. ``Telah terjadi sesuatu yang terlarang (al-mahzhour), warga Mesir membunuh warga Mesir lainnya, sehingga darah kembali menggenang di daratan, Rabu kemarin adalah sejarah hitam dalam sejarah Mesir,`` paparnya, Kamis (15/8/2013).

Salah satu pakar Mesir ini menyebutkan bahwa penyeru cara-cara kekerasan telah mencapai targetnya dengan membubarkan pengunjukrasa duduk, menggunakan senjata otomatik, panser dan penembak jitu (sniper). ``Mereka berdalih bahwa pengunjukrasa tersebut adalah teroris yang menyimpan senjata, roket dan senjata kimia, tapi setelah dilakukan pembubaran ternyata senjata mereka hanyalah batu-bata dan doa,`` tandasnya.

Melihat cara-cara pembubaran massa yang dilakukan aparat keamanan, tentara dan kelompok bersenjata yang disewa, maka tujuannya bukan semata-mata pembubaran akan tetapi pembantaian. ``Tidak dapat difahami juga mengapa rumah sakit lapangan yang digunakan untuk menampung dan pengobatan korban massa yang luka-luka juga dibakar,`` komentar sejumlah pengamat independen setempat terkait peristiwa berdarah tersebut.

Dan yang nampak aneh pula ``reaksi`` atas pembantaian tersebut ditujukan kepada tempat ibadah Kristen Koptik di sejumlah kota upper (bagian hulu) Mesir dimana dilaporkan sejumah gereja dibakar massa tak dikenal. Seperti biasa tuduhan dialamatkan kepada kubu Islamis dengan alasan pemimpin Kristen Koptik Mesir ikut merestui kudeta terhadap Presiden terpilih Mursy.

Namun dari modus reaksi tersebut  dicurigai bahwa pelakunya adalah orang-orang bayaran yang direkayasa Amn Daulah (Keamanan Negara) yang biasa mereka lakukan pada era rezim lama termasuk contoh kecil serangan atas gereja di Iskandariyah pada Januari 2011 sebelum meletus revolusi rakyat 25 Januari. Karenanya Koalisi Nasional pendukung legitimasi Presiden terguling segera mengeluarkan pernyataan, membantah bila para pelaku perusakan dan pembakaran gereja, kantor polisi serta instalasi umum adalah dari anggotanya.

Kecurigaan pembakaran tersebut direkayasa juga datang dari beberapa pemuka Koptik di hulu Mesir karena selain bersamaan waktunya dengan pembubaran massa di Rab`ah dan Al-Nahdah, juga modusnya sama antara gereja yang dibakar di satu tempat dengan gereja lainnya di tempat lain yang berjauhan. Untuk menghadapi rekayasa itu, Koalisi Nasional pendukung Presiden terpilih akhirnya ikut berjaga-jaga di setiap gereja yang dilalui pengunjukrasa dengan membuat pagar betis.

Pembakaran sejumlah tempat ibadah Koptik tersebut dikhawatirkan sebagai upaya pihak-pihak tertentu untuk menyulut konflik sektarian guna mengalihkan perhatian rakyat terhadap kekacauan politik saat ini. ``Diantara catatan saya (tentang Rabu hitam) adalah ketika kabinet menyampaikan selamat kepada Kementerian Dalam Negeri atas keberhasilan pembubaran tersebut dengan melimpahkan tangungjawab pihak lain sebagai penyebab pembantaian, maka seluruh anggota kabinet terlibat pembantaian dan tangan mereka terkontaminasi darah korban,`` papar Huweidi lagi dalam artikelnya di harian al-Shorouk.

Hingga saat ini, jumlah korban jiwa yang tentunya hampir semuanya adalah warga sipil pendukung Presiden Mursy masih simpang siur karena data resmi berusaha untuk memperkecil jumlahnya mengantisipasi protes masyarakat internasional, sedangkan dari pihak Koalisi Nasional termasuk Al-Ikhwan Al-Muslimun (IM) menyebutkan data yang sangat mencengangkan, yang apabila data tersebut benar mengingatkan kembali terhadap  aksi pembantaian warga Palestina yang terjadi di kamp Shabra dan Shatila Libanon, oleh Jenderal Ariel Sharon pada 1982.

Data resmi Kementerian Kesehatan Mesir menyebut jumlah korban jiwa berkisar antara 600 - 700 orang termasuk 48 orang aparat keamanan dan tentara serta lebih 5 ribu lainnya luka-luka. Kematian aparat keamanan dan tentara ini yang selalu ditonjolkan oleh hampir seluruh media massa terkemuka Mesir yang sejak semula memmang corong rezim lama (Mubarak) yang sejatinya bukan hanya sebatas anti IM, akan tetapi anti terhadap revolusi pemuda secara keseluruhan.

Sementara data dari Koalisi Nasional pendukung legitimasi Presidem Mursy menyebutkan angka korban jiwa lebih dari 2.500 orang disamping lebih 13 ribu lainnya dilaporkan luka-luka. Bila melihat dari aksi pembubaran yang demikian ganas dan dilakukan dalam waktu yang sangat singkat menghadapi jumlah massa yang demikian melimpah ruah yang memadati dua lapangan utama yakni Rab`ah al-Adawiyah dan Al-Nahdah, maka besar kemungkinan korban jiwa mencapai ribuan orang.

Terlepas dari data mana yang paling akurat tentang jumlah korban jiwa akibat aksi kekerasan tersebut, yang jelas pembantaian dengan dalih apapun dengan korban jiwa dari pihak manapun juga selama mereka melakukan aksi secara damai tidak dibenarkan secara hukum manapun. Siapa pun yang menjadi korban baik yang mengusung kepentingan liberal sekuler, atapun kubu Islamis harus dikutuk tidak bisa memilah-milah sebagaimana yang selalu dilakukan oleh para pemimpin Barat pada umumnya.

Ketika segelintir orang dari kubu sekuler pengusung kepentingan Barat menjadi korban maka dunia yang dimotori oleh media massa zionisme internasional gempar seperti yang terjadi di Turki belum lama ini, atau beberapa korban jiwa yang jatuh di pihak oposisi penentang Presiden Mursy menjelang kudeta militer. Sementara pembantaian Rabu hitam (14/8/2013) lalu dengan korban jiwa ratusan orang, tapi mereka bukan pengusung kepentingan Barat dan Zionisme, kurang mendapat respon masyarakat internasional, kecuali sejumlah negara Islam itu pun masih ditingkat rakyat bukan di tingkat resmi kecuali Turki.

Karenanya, sudah pada tempatnya keheranan yang dikemukakan Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Y. Thohari atas sikap dunia yang masih adem ayem atas pembantaian di Kairo yang mirip peristiwa Tiananmen, China. "Kejadian di Kairo tidak kurang parahnya dengan di Tiananmen di China. Ini aneh, dunia internasional tidak kecam itu. Padahal, dalam peristiwa Tiananmen, semua mengecam," ujar Hajriyanto (Kompas, 15/8/2013).
Politisi Partai Golkar itu meminta Pemerintah Indonesia bersikap aktif sebagai negara Muslim terbesar di dunia untuk menengahi persoalan di Mesir diantaranya dengan mendorong solusi jalan tengah yakni mengembalikan Presiden Mursi yang terpilih melalui proses pemilu.  "Indonesia bisa menawarkan solusi dengan mendorong pengembalian Mursi sebagai presiden simbolik. Di sisi lain, presiden simbolik itu juga perlu menunjuk perdana menteri untuk menjalani pemerintahannya," paparnya seperti dikutip Kompas.

Masukan Thohari tersebut sama dengan tawaran yang telah disampaikan oleh sejumlah tokoh bijak (hukamaa) Mesir jauh sebelum ``Rabu berdarah`` itu terjadi, namun kelihatannya tidak digubris oleh pemerintah transisi yang menilai masukan tersebut tidak mungkin dilaksanakan dan tetap menekan pihak lain (IM) untuk menerima realita. Tapi apabila ada desakan internasional, bisa saja jalan tengah tersebut dapat diterima semua pihak apalagi dalam situasi pasca ``Rabu berdarah`` yang dikhawatirkan semakin memancing kerusuhan meluas.

Tak terkendali
Situasi di negeri Lembah Nil itu pasca Rabu berdarah tersebut oleh sebagian pengamat Arab diibaratkan sebagai kebakaran besar yang dapat menyulut api kerusuhan ke seantero negeri dengan situasi kemanan yang semakin tak terkendali. Pihak-pihak bertikai saling melimpahkan tanggung jawab sebagai penyebab tragedi kemanusiaan terburuk dalam sejarah modern dan sejarah militer negeri ini.

Situasi yang semakin tidak terkendali tersebut dapat disaksikan pula pada Jum`ah al-Ghadab (Jum`at kemarahan) dua hari setelah peristiwa Rabu berdarah. Pada Jum`at kemarahan tersebut, tragedi serupa kembali terjadi menimbulkan ratusan orang korban jiwa di pihak pendukung legitimasi Presiden Mursy, sementara di daerah-daerah lainnya terjadi pula aksi kekerasan serupa.

Mungkin belum selesai pelaksanaan shalat ghaib setelah shalat Jum`at (16/8/2013) bagi para korban yang gugur dalam Rabu berdarah tersebut di banyak negara Arab dan Muslim lainnya, ratusan korban jiwa sudah berjatuhan lagi terutama di Ramsis, salah satu pusat kota Kairo. Jumlah korban yang demikian besar, kelihatannya tidak menyurutkan Koalisi Nasional pendukung legitimasi Presiden terpilih untuk melanjutkan unjukrasa setiap hari.

Situasi di negeri Al-Azhar tersebut pasca Rabu berdarah ibaratnya bagaikan nasi telah menjadi bubur karena pihak-pihak yang terlibat konflik politik semakin mengenyampingkan dialog di meja perundingan. Militer dan aparat keamanan siap melakukan pembantaian kapan dan dengan jumlah berapa pun, sedangkan di pihak yang merasa terzalimi juga siap mempersembahkan ribuan korban lagi demi memperjuangkan keyakinan mereka untuk mengenyahkan kediktatoran yang sudah mengakar selama ini.

Dukungan beberapa pemimpin Arab terhadap aksi militer menumpas lewat jalan kekerasan terhadap apa yang mereka klaim sebagai anasir terorisme dipastikan akan menyebabkan genangan darah di negeri terbesar Arab tersebut akan semakin mengerikan ke depan. Sangat ironis, klaim terorisme  sudah menjadi jastifikasi untuk melakukan pembantaian di kawasan, seperti halnya di Suriah dimana rezim Bashar tidak ragu-ragu membantai ratusan ribu jiwa rakyatnya dengan dalih melawan terorisme.

Sejumlah pengamat menilai, pemandangan di negeri Nil itu menunjukkan bahwa para pemimpin negeri tersebut gagal hingga saat ini dalam percobaan manajemen kekuasaan pasca revolusi melawan rezim diktator dan percobaan dialog sebagai sistem dan etika berpolitik untuk melindungi negara dan bangsa. ``Merupakan bencana bila kekerasan sebagai jalan merebut kekuasaan tapi dengan mengatasnamakan legitimasi dan membela pendapat masing-masing,`` papar Zaher Qosheibati, pengamat Arab dalam opininya di harian Al-Hayat, Kamis (15/8/2013).

Situasi yang semakin keruh seperti ini benar-benar dapat dimanfaatkan oleh sisa-sisa pendukung rezim lama baik di tubuh militer maupun sipil dan pengusaha yang kebetulan menguasai media massa yang sangat besar pengaruhnya dalam membentuk opini. Salah satu opini yang berkembang saat ini adalah pembubaran IM, yang jelas-jelas melanggar ``petan jalan`` yang diketengahkan militer saat penggulingan Presiden terpilih secara demokratis.

Sangat tidak adil bila masyarakat internasional, juga LSM-LSM terkait internasional dan setempat hanya bersikap sebagai penonton setia tanpa bergerak menghentikan pertumpahan darah tersebut. Paling tidak mereka harus segera melakukan intervensi lewat upaya-upaya penengah bila terasa tidak mungkin untuk melimpahkan kutukan atau menyalahkan pihak tertentu sebagai penyebab tragedi kemanusiaan yang belum pernah terjadi dalam sejarah modern negeri tersebut.

Upaya-upaya penengah sebelumnya baik oleh sejumlah tokoh internasional maupun setempat  menurut beberapa sumber gagal karena hanya ditujukan untuk menekan satu pihak saja  dan sumber lainnya menyebutkan karena semua pihak bersikeras pada posisi masing-masing tanpa mau mundur walaupuan hanya satu meli meter. Tentunya, publik ingin mengetahui kejadian sesungguhnya menghadapi simpang siur informasi tersebut.

Setelah Rabu berdarah, sebagian pihak menyebutkan bahwa bargaining position (posisi tawar) Koalisi Nasional pendukung Presiden terpilih terutama IM sudah semakin lemah sehingga harus menerima kenyataan di lapangan. Tapi sebagian lainnya menyebutkan bahwa posisi tawar koalisi ini justru semakin kuat karena tragedi pembantaian Rabu berdarah yang berlanjut pada Jum`at kemarahan dan kemungkinan pada hari-hari mendatang, semakin mencoreng militer.

Tapi polemik semacam ini bukan kebutuhan sangat mendesak yang diharapkan oleh rakyat negeri tersebut, sebab kebutuhan mendesak adalah penghentian pertumpahan darah agar tidak terjerumus ke dalam perang saudara sebagaimana yang dinanti-nantikan musuh Mesir terutama Israel. Bau skenario Aljazair sudah semikian kentara yang apabila terjadi akan meluluhkan negeri ini sehingga pupuslah kekuatan Arab dikarenakan Mesir lah satu-satunya kekuatan Arab yang masih tersisa saat ini.

Cuci tangan
Mungkin langkah awal yang sangat mendesak adalah perlunya penyelidikan pihak netral atas peristiwa pada Rabu berdarah tersebut agar publik benar-benar mengetahui secara akurat dan yakin apa dan bagaimana peristiwa berdarah ini dapat terjadi. Pasalnya yang berkembang pada opini umum sekarang sebagai bentukan media massa yang hampir seluruhnya memojokkan Koalisi Nasional dan IM, hanya melimpahkan tanggungjawab kepada IM dan mendukung kelanjutan aksi militer.

Publik juga harus mengetahui kebenaran klaim militer tentang berbagai solusi damai yang telah ditawarkan kepada IM baik yang dilakukan oleh penengah dalam negeri maupun sejumlah tokoh internasional. Para penengah juga harus jujur dengan hasil mediasi mereka pihak mana sebenarnya yang menutup pintu solusi damai.

``Banyak orang yang tidak mengerti apa yang terjadi dan bagaimana bisa terjadi apalagi di tengah upaya sebagian kekuatan politik yang ingin membingungkan opini umum. Lembaga pengadilan akan berperan besar untuk menyiapkan penyelidikan secara transparan dan LSM-LSM terkait juga harus berpartisipasi bukan sebagai penonton,`` papar Amru Khofaji, seorang analis dalam artikelnya di laman harian Al-Shorouk, Mesir.

Menurut Khofaji, apabila ada sebagian pihak sengaja menyembunyikan kejadian sesungguhnya maka ingatlah bahwa publik tidak akan memaafkan lagi. ``Hormatilah publik yang selama ini kalian jadikan landasan dan harus berani menyatakan kejadian sesungguhnya meskipun pahit karena inilah langkah awal keluar dari dilemma,`` tandasnya lagi.

Idealnya memang apa yang dikemukakan oleh salah satu pengamat  independen diatas, bukan hanya sebatas pengunduran diri sebagaimana yang dilakukan salah satu tokoh pendukung kudeta, Mohammed El-Baradei. Pengunduran diri semacam ini tak lebih sekedar cuci tangah dari akibat yang  mereka lakukan dengan mendukung kudeta dan melanggar prinsip demokrasi yang ia junjung selama ini.

Meskipun pengunduran diri ini terkesan sebagai upaya cuci tangan, namun tidak dipungkiri  juga cukup berpengaruh terhadap anggota kabinet lainnya hasil bentukan militer. Walupun belum dapat dikonfirmasi pihak independen, namun dilaporkan banyak menteri yang ingin mengundurkan diri, namun dikenakan tahanan rumah oleh penguasa militer.

Sekali lagi, yang sangat mendesak dilakukan segera adalah upaya penengah yang sungguh-sungguh karena usaha untuk membubarkan organisasi atau parpol tertentu hanya akan semakin memperlebar peluang terjadinya lingkaran setan kekerasan seperti yang pernah dialami Aljazair. Partai Salafi An-Nour, kelihatannya kembali berusaha sebagai mediator sebagaimana yang diuangkapkan salah satu petingginya, Dr. Khalid Alamuddin.

``Meskipun kami berselisih pendapat dengan kelompok IM terkait visi dan gerakan-gerakannya, namun mereka tetaplah bagian dari bangsa ini sehingga tidak ada alasan bagi sebagian pihak yang ingin membubarkannya. Partai An-Nur sekarang sedang berusaha melakukan kontak dengan semua pihak untuk mengatasi krisis saat ini,`` paparnya kepada TV Dream2 Mesir, Sabtu (17/8/2013).

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Mesir saat ini ibarat rumah yang sudah mengalami kebakaran besar yang butuh pertolongan untuk mengatasi kebakaran tersebut terutama dari para penengah dalam dan luar negeri. Bila kebakaran tidak dapat diatasi maka rezim diktator akan kembali berkuasa sehingga Al-Rabei Al-Arabi (Arab Spring) akan gagal total dan kembali ke status quo sebelumnya, sebab tolok ukur keberhasilannya adalah Mesir.*/Sana`a, 10 Syawwal 1434 H  
Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Yaman

Senin, 09 September 2013

Carley Watts, Model Seksi Pakaian Dalam Wanita yang Akhirnya Memeluk Islam


Carley Watts

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa
"Di dalam Islam, perempuan diperlakukan dengan hormat. Muslimah juga menghargai diri dan tubuh mereka," ujar Carley Watts, seorang model ternama asal Inggris yang tengah jatuh hati pada Islam. 

Bukan model biasa, Carley merupakan model seksi pakaian dalam wanita. Mengejutkan, ia memeluk Islam dan menutup tubuh indahnya dengan hijab.

Bertemu dengan seorang pria Tunisia, Mohammed Salah, menghantarkan Carley pada hidayah. Ia pun mempelajari Islam dan tertarik pada penjagaan Islam yang sangat melindungi wanita. Setelah berislam, ia segera meninggalkan pekerjaannya dan berencana menikah dengan Mohammed dan tinggal di Tunisia. 

Cerita jalan hidayah sang model usia 24 tahun itu dimulai ketika ia berlibur ke Tunisia bulan April lalu. Ia pergi berjalan-jalan ke pantai hingga kemudian secara tak sengaja bertemu dengan seorang penjaga pantai. Ya, penjaga pantai itulah Mohammed Salah. 

"Aku suatu hari memberanikan diri menanyakan namanya. Bahasa Inggrisnya tidak baik, kami pun berbicara dalam bahasa Prancis. Namun hanya sedikit bahasa Prancis yang saya ingat saat sekolah," ujar Carley sembali tersenyum malu, dikutip The Sun. 

Dari sanalah, hubungan Carley dan Saleh dimulai. Carley pun kemudian mengenal agama yang Saleh anut, Islam. Rupanya Saleh menjadi perantara Carley menemukan hidayah. Wanita beranak satu itu pun kemudian tertarik pada risalah yang dibawa Rasulullah. "Mohammed (Saleh) telah membuatku benar-benar melihat hidupku. Aku merasa tenang dan bahagia," ujarnya.

Dengan bantuan Salah, Carley mempelajari agama Islam. Ia kemudian menemukan betapa Islam memuliakan wanita. Carley yang selama ini mengumbar keindahan tubuhnya pun merasakan penyesalan yang sangat. Makin mempelajari syariat Islam kepada para wanita, Carley makin membulatkan tekad untuk mengakhiri pekerjaannya. 

Carley merasa selama ini hidupnya begitu liar. Apalagi gaya hidup pemudapemudi Inggris seperti minum alkohol dan pergi ke klub malam juga sangat dekat dengan kehidupannya. "Aku tak ingin lagi hidup liar, tak mau lagi mempertontonkann payudara juga tak akan pergi lagi ke klub malam lagi," tuturnya.

Pilihan hidup Carley ini pun tentu mengejutkan keluarga dan fans nya. Mereka menolak keputusan Carley. Teman-temannya pun tak mendukung pertunangannya dengan Salah. "Mereka tak dapat menerima aku masuk Islam dan mengenakan jilbab. Mereka menganggap aku telah mengakhiri hidupku dengan keputusan itu," ujarnya sedih.

Kendati demikian, Carley tak goyah. Ia tetap memutuskan untuk menjadi muslimah. Ia pun bersyukur Salah selalu mendukungnya. "Dia mencintaiku dan memintaku untuk menjadi istrinya. Kami sudah membulatkan itu (rencana pernikahan). Ia menerimaku apa adanya, ia tak pernah mencoba mengubahku," ujarnya.

Bertekad Menutup Aurat
Setelah menikah dengan Salah, Carley akan pindah dari Inggris ke Tunisia bersama putri kecilnya, Alanah yang baru berusia dua tahun. Oktober menjadi bulan yang telah disiapkan untuk hidup baru Carley di negara Timur Tengah itu. Ia bersama Alanah akan tinggal di Kota Monastir. Carley juga akan meresmikan statusnya sebagai ualaf saat musim semi, sebelum menikah dengan Salah.

Pindahnya Carley ke Tunisia pun seiring dengan tekad Carley untuk melepaskan pekerjaannya sebagai model. Tak hanya itu, ia juga telah siap untuk menutup aurat. "Hidupku mungkin memang diatur sesuai keyakinan, namun aku tak pernah merasa khawatir," ujarnya.

Carley juga telah mempelajari budaya Tunisia, termasuk budaya menutup aurat bagi wanita. Ia pun megaku menyukai budaya itu. Menurutnya, budaya itu telah menghormati dan menghargai tubuh para wanita. Budaya itulah yang diajarkan Islam, yang tengah dipelajari Carley.

Menjadi Muslim seperti Kupu-kupu yang Bebas


Andy

REPUBLIKA.CO.ID, BRATISLAVA -- Andy lahir di tengah pakem perbedaan itu masalah. Ayah dan ibunya seorang penganut Kristen. Secara otomatis, ia pun memeluk agama yang dianut orang tuanya.

Namun, pengetahuan agama justru didapatnya melalui bibinya. Ia sering diajak ke gereja.
"Ya, saat itu aku masih kecil, jadi tak banyak yang ku pikirkan. Namun, aku coba menyenangkan hatinya dengan mengikuti apa yang dilakukannya," kenang Andy, seperti dikutip Onislam.net, Ahad (8/9).

Secara umum, tak ada yang berkesan bagi Andy ketika ia ke gereja. Yang ia ingat, hanyalah ketika ia bermain sandiwara dan memerankan seorang putri. Selebihnya, tak ada yang istimewa.
"Justru aku itu heran, selesai beribadah justru banyak hal buruk yang dilakukan," kata dia.

Memasuki usia dewasa, Andy mulai bermasalah dengan keluarganya. Hubungan dengan sang ayah tak lagi harmonis. Mereka sering terlibat pertengkaran hebat. Ini yang membuat Andy merasa frustrasi. Pada masa inilah, Andy mulai mengenal obat-obatan terlarang, rokok dan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan.

Suatu malam, sang adik mengajaknya makan di sebuah restoran. Saat itu, Andy bertemu teman sang adik yang kebetulan beragama Islam. Andy dibujuk agar tinggal di Bratislava. Namun, Andy menolaknya.

Pada Januari 2005, Andy pun luluh. Ia memutuskan tinggal bersama adiknya itu. Lalu, ia bertemu dengan teman adiknya yang beragama Islam itu. Pada satu pertemuan, keduanya terlibat diskusi menarik tentang Islam dan Muslim. Kesan awal, Andy merasa aneh dengan apa yang disampaikan teman adiknya itu.

Perlahan tapi pasti, Andy mulai menikmati debat itu. Banyak informasi baru yang didapatnya. Ia bahkan dipinjamkan buku-buku tentang Islam dan Muslim. Lalu, ia pun diberikan Alquran terjemahan bahasa Slovakia.
"Jujur, ketika membaca Alquran, aku mulai merasakan gejolak. Aku menangis ketika membaca surat Al-Muzammil," kenang dia.

Andy menyadari banyak hal yang telah disia-siakan. Ia telah melakukan banyak hal yang merugikan dirinya sendiri. Lalu, muncul niatan untuk memperbaiki diri. Ketika niatan itu terlaksana, ia bertemu dengan seorang Muslimah. Kembali terjadi obrolan mendalam tentang Islam.

"Aku mulai yakin, aku pun bersyahadat," kenangnya.

Selepas bersyahadat, Andy merasa seperti kupu-kupu yang bebas. Ia rasakan ketenangan, hal yang jarang ditemukannya. "Ini kesempatanku untuk hidup lebih baik," kenangnya.

Namun, keputusannya menjadi Muslim tak diterima orang tuanya. Alquran miliknya diambil. Begitupula dengan ponsel. Andy pun merasa kesepian. "Aku berdoa, cobaan ini semakin membuatku kuat. Insya Allah, aku ingin menjadi wanita yang shalih, teman dan istri yang baik," pungkasnya. 

Robohnya Pusat Studi Islam Kami di Timur Tengah


REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Ikhwanul Kiram Mashuri
Ikhwanul Kiram Mashuri
Dalam sebuah diskusi persoalan Mesir di Jakarta beberapa waktu lalu, novelis Habiburrahman El Shirazy mengemukakan kekhawatirannya tentang runtuhnya pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah. Termasuk di dalamnya kampus-kampus terkemuka di mana banyak mahasiswa Indonesia menuntut ilmu di sana.

"Saya sungguh khawatir dengan apa yang terjadi di Timur Tengah sekarang ini. Bukan hanya soal konflik yang telah memakan korban ribuan jiwa tak berdosa, tapi juga hancurnya pusat-pusat peradaban Islam, terutama beberapa universitas Islam tempat banyak mahasiswa kita menimba ilmu," ujar Habib di depan para ulama dan tokoh Islam peserta diskusi.

Sebelum ngetop sebagai novelis, Habib sempat belajar beberapa tahun di Universitas Al Azhar, Kairo. Ia lulus sarjana jurusan hadis, fakultas ushuluddin. Sejumlah novelnya mengambil setting suasana belajar mahasiswa Indonesia di Kairo, terutama di Universitas Al Azhar.

Berkat dua novelnya yang best seller yang kemudian juga difilmkan-Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih-jumlah mahasiswa/mahasiswi Indonesia pun meningkat tajam. Kini, ada sekitar 5.000 pelajar Indonesia di Mesir. "Tapi, dengan kondisi Timur Tengah seperti sekarang, saya juga bingung ke mana nanti anak-anak saya kuliahkan agama?" ujar Habib yang kini mempunyai dua anak laki-laki yang masih kecil.

Sebagai alumnus Al Azhar, saya juga merasakan kegalauan yang sama dengan Habib. Kegalauan yang bersumber pada fakta bahwa selama ini sejumlah kampus di Timur Tengah merupakan kiblat yang baik buat memperdalam berbagai disiplin ilmu keislaman. Di Irak, misalnya, ada Universitas Baghdad yang salah seorang alumnusnya pernah menjadi presiden RI, yaitu almarhum KH Abdurrahman Wahid, yang dikenal luas dengan panggilan Gur Dur.

Di Suriah ada Universitas Damaskus. Di sini para mahasiswa selain kuliah di fakultas keagamaan, juga banyak yang mondok di Mujamma' Sheikh Ahmad Kuftaro (Ahmad Kuftaro Center). Di samping tempat belajar agama (pesantren), Mujamma' Kuftaro juga menjadi pusat studi perbandingan mazhab dan kepercayaan (interfaith dialogue) serta pengamalan Tariqat Naqsabandiyah. Yang terakhir ini banyak pengamalnya di Indonesia, terutama di kalangan Nahdliyin.

Beberapa mahasiswa yang lain ada juga yang belajar secara pribadi ke sejumlah ulama Sunni terkenal di Damaskus. Seorang di antaranya adalah Prof Dr Sheikh Wahbah Zuhaili. Bahkan, Sheikh Zuhaili juga memberi 'ijazah' kepada ulama-ulama tertentu di Indonesia. Ijazah yang dimaksud berupa tulisan tangan di kover dalam buku karya sang sheikh yang ditujukan kepada ulama Indonesia.

Intinya, sang ulama Suriah mengizinkan kepada ulama Indonesia yang ditunjuk untuk mengajarkan isi buku tersebut kepada murid-murid di Indonesia. Ada puluhan buku yang telah ditulis Sheikh Zuhaili, utamanya dalam bidang hukum/fikih.

Di Arab Saudi juga banyak universitas yang menjadi tujuan mahasiswa Indonesia. Ada Universitas Ummul Quro di Makkah. Alumnusnya, antara lain, KH Aqil Siroj (ketua umum PBNU) dan KH Said Aqil Munawar (mantan menteri agama).

Ada Universitas Islam Madinah. Di antara lulusannya, KH Maftuh Basyuni (mantan menteri agama), Dr Hidayat Nurwahid (ketua Fraksi PKS di DPR dan mantan ketua MPR), KH Bachtiar Nasir (Sekjen MIUMI), Dr Salim Segaf Aljufri (Mensos), dan KH Hasan Sahal (pengasuh Pondok Gontor). Lalu, di Riyadh ada Universitas Islam Muhammad bin Saud yang lulusannya, antara lain, KH Ali Musthafa Ya'qub, imam akbar Masjid Istiqlal yang dikenal juga sebagai ahli hadis.

Nama-nama tersebut sekadar menyebut sebagai contoh. Tentu, masih banyak alumni dari universitas-universitas di Arab Saudi yang kini menjadi tokoh masyarakat di pusat maupun daerah, formal ataupun informal. Apalagi bila ditambah dengan ulama-ulama dan kiai terdahulu yang pada umumnya pernah belajar agama (mukim) di Makkah dan Madinah selama puluhan tahun.

Berikutnya, yang menjadi tujuan paling banyak para mahasiswa Indonesia untuk menuntut ilmu adalah Mesir, terutama Universitas Al Azhar. Kini, diperkirakan ada sekitar 5.000 pelajar Indonesia di Mesir. Alumninya yang sudah terjun di masyarakat ditaksir lebih dari 50 ribu orang. Mereka tersebar di berbagai daerah.

Mereka, antara lain, sekadar menyebut contoh, Prof Dr Quraish Shihab (mantan menteri agama), Dr KH Tuan Guru Muhammad Zainul Majdi (gubernur NTB), KH Syukri Zarkasyi (pimpinan Pondok Gontor), KH Athian Ali Dai (ketua Forum Ulama Umat Indonesia/FUUI), KH Surahman Hidayat (ketua Dewan Syariah PKS/Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen DPR), dan KH Azman Ismail (imam besar Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh).

Tentu, ada juga pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di negara lain di Timur Tengah, seperti di Yordania, Maroko, Aljazair, Tunisia, Sudan, Qatar, dan Kuwait. Namun, jumlah mereka sedikit dan pengaruh alumninya masih terbatas.

Itulah peta pusat-pusat studi Islam di Timur Tengah yang selama ini menjadi kiblat menuntut ilmu keislaman para mahasiswa/mahasiswi Indonesia. Mereka, seperti dikatakan dalam Alquran, adalah yang pergi untuk memperdalam pengetahuan agama dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila telah kembali (QS 9:122).

Suasana kehidupan umat beragama di negeri kita yang sangat harmonis dan penuh kedamaian tidak bisa dimungkiri sedikit banyak atas pengaruh para alumni Timur Tengah yang kini telah terjun di tengah masyarakat. Selain menekuni profesi masing-masing, mereka juga aktif berdakwah dan mengabdi kepada umat.

Namun, seperti dikhawatirkan Habib, konflik di negara-negara Arab sedikit atau banyak pasti berpengaruh pada pusat-pusat peradaban Islam, utamanya universitas-universitas tempat menuntut ilmu mahasiswa Indonesia. Bila konflik berkepanjangan dan kondisinya terus memburuk, saya sungguh khawatir akan terjadi, meminjam judul cerpen AA Navis, “Robohnya Pusat Studi Islam Kami di Timur Tengah”. Cerpen AA Navis berjudul “Robohnya Surau Kami”.

Tentu, bukan dalam arti harfiah roboh yang berarti ambruk. Namun, lebih bermakna bahwa kampus-kampus di Timur Tengah tidak lagi nyaman sebagai tempat belajar Islam yang rahmatan lil'alamin. Wallahu a'lam bisshawab.

Jumat, 01 Maret 2013

Perubahan Selalu Bising: 'BJB Case & Thariq bin Ziyad' | Kolom Rhenald Kasali

"Perubahan Selalu Bising"

Author: Rhenald Kasali

“Change will not come if we wait for some other person, or if we wait for some other time. We are the ones we’ve been waiting for. We are the change that we seek.” (Barack Obama)
Tak dapat disangkal, saat ini banyak orang menyenangi kata “perubahan”. Tapi apakah mereka mengerti konsekuensi-konsekuensi dari perubahan? Rasanya belum tentu. Masih banyak orang yang berpikir change atau perubahan adalah “ganti orang” atau ganti pimpinan. Maka tak aneh bila kata “perubahan” bukan cuma laku dalam dunia usaha, melainkan juga dalam pilkada atau pemilu.
Kalau dibawa ke ranah itu, hampir pasti perubahan dibaca dari sisi politik. Atau bisa jadi kaum profesional yang sedang melakukan transformasi berpotensi menjadi korban politisasi. Lagi asyik melakukan transformasi yang bukan main banyak musuhnya, malahan dapat “musuh baru”, yaitu kandidat pejabat publik yang butuh suara. Mengapa begitu?
Selalu Ada Resistensi
Saya kira publik sudah semakin cerdas dan mengerti, perubahan selalu berhubungan dengan adanya “kelompok yang melawan”. Kaum resisten ini jumlahnya tidak banyak, tetapi mereka sangat vokal dan berjuang agar tidak kehilangan. Di bumi yang perasa, orang yang pernah menduduki posisi terhormat bila kehilangan jabatan karena tidak lolos fit and proper test bisa berarti kehilangan muka. Dan “kehilanganmuka” bisa berarti “tsunami” bagi pelaku pelaku transformasi.
Padahal transformasi tidak bisa jalan bila tidak mendapatkan energi yang kuat. Transformasi butuh suasana persatuan dan kepercayaan. Banyak orang tak menyadari, setiap langkah transformasi sangat berisiko bagi jabatan seseorang. Kalau hanya kehilangan kursi saja itu belumlah seberapa. Dalam banyak kasus, kelompok yang resisten tidak hanya mengungkit kursi, melainkan mencari cara untuk menemukan kesalahan-kesalahan kecil yang bisa diperbesar. Padahal dalam era VUCA, manusia bekerja dalam iklim yang kompleks dan mudah mengambil langkah yang salah, lupa atau ada saja kekurangannya.
The Burning Platform
Dalam buku ChaNgE! yang saya tulis tahun 2005, Robby Djohan memberikan kata pengantarnya. Ini mungkin kata pengantar terpendek yang pernah saya terima, tapi isinya sungguh mengena pada sasaran. Saya kutipkan saja sebagian: “Perubahan adalah bagian yang penting dari manajemen dan setiap pemimpin diukur keberhasilannya dari kemampuannya memprediksi perubahan dan menjadikan perubahan tersebut suatu potensi.
”Lalu, pada alinea kedua Robby menulis catatan yang menurut saya sangat penting bukan saja karena pengakuannya yang jujur, tapi memang sering kita alami: “Sering kali seorang CEO, termasuk saya sendiri, berhadapan dengan perubahan setelah dia sudah berada di ambang pintu.Situasi seperti ini mungkin dapat diatasi, tetapi hasilnya pasti bukan sebagai suatu potensi ataupun kegunaan.” Robby memang selalu bicara to the point.
Perubahan, bagi sebagian kita, adalah sesuatu yang menakutkan. Namun, manakala kita berhasil mengendalikan rasa ketakutan itu, perubahan menjadi energi yang luar biasa untuk membuat kita bangkit kembali. Namun manakala kita kalah, betapa bisingnya suara di luar. Apalagi bila Anda melakukan perubahan pada lembaga yang ada hubungannya dengan negara, milik negara atau milik pemerintah daerah. Anda akan menyaksikan banyak “peluru nyasar” yang tidak jelas hendak ditembak ke mana.
Perhatikan saja betapa “bisingnya” keributan di seputar Bank BJB yang muncul justru pada saat pemungutan suara. Itu pun bisa jadi ajang perpecahan sesama aktivis yang mulanya sama-sama mau memberantas korupsi. Ada peluru yang ditujukan kepada salah satu kandidat meski informasi awalnya mungkin berasal dari orang dalam yang ditujukan kepada salah satu calon direksi yang jabatannya diinginkan orang lain. Lalu ada lagi peluru yang disasarkan kepada CEO.
Penembak yang lihai ternyata juga tak bisa menembakkan peluru ke sasaran yang tepat karena begitu masuk ke ranah politik,tiap pihak punya kepentingan yang berbeda dan sulit dikendalikan. Akhirnya tsunami terjadi betulan, bukan hanya change maker yang terlibat, melainkan juga lembaganya akan sulit dibangun kembali.

Belajar dari berbagai perubahan yang dilakukan di sejumlah lembaga publik maupun BUMN besar yang rumit mengingatkan saya pada sosok panglima perang yang terkenal dalam sejarah Islam, Thariq bin Ziyad.
Kisahnya kurang lebih begini. Thariq yang lahir sekitar tahun 670 Masehi dibesarkan kabilah Nafazah di Afrika Utara. Perawakannya tinggi, keningnya lebar, dan kulitnya putih kemerahan. Thariq adalah murid seorang komandan perang di Afrika Utara yang dikagumi karena kegagahannya, kebijaksanaannya, dan terutama keberaniannya. Suatu ketika seorang pangeran Spanyol, Julian, meminta bantuan pembimbingnya untuk menaklukkan Raja Roderick yang berkuasa di Spanyol.
Lalu, Thariq diutus untuk mengintai kekuatan bangsa Visigoth dan menjajaki kemungkinan pengiriman pasukan dalam jumlah besar. Akhirnya, waktunya pun tiba. Ketika Raja Roderick sedang sibuk menghadapi pemberontakan di kawasan utara kerajaannya, Thariq datang dengan 7.000-an prajuritnya untuk menyerbu Spanyol. Pengiriman pasukan dilakukan melalui laut. Pasukan ini mendarat di dekat gunung batu besar yang kelak dinamai Jabal (Gunung) Thariq. Orang-orang Eropa menyebutnya Gibraltar.
Ketika sampai di Spanyol, Thariq mengambil keputusan yang sangat mengejutkan seluruh prajuritnya dan dikenang sebagai langkah fenomenal hingga saat ini. Ia membakar semua perahu yang digunakan untuk mengangkut para prajuritnya. Para prajuritnya tentu saja terperangah, kaget, dan sebagian bahkan marah. Setelah membakar semua perahu, Thariq berdiri di hadapan prajuritnya dan berkata, “Di mana jalan pulang? Laut ada di belakang kalian. Musuh ada di depan kalian. Mereka sudah siaga. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang, tidak ada makanan kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan musuh-musuh kalian.”

Dalam ilmu manajemen, apa yang dilakukan Thariq dikenal dengan istilah the burning platform dan itu pulalah yang dilakukan para change maker yang piawai kala dipercaya memimpin transformasi.
Kebanyakan pemimpin mau tak mau harus menciptakan kondisi yang membuat semua orang tidak punya pilihan lain, tidak bisa mundur lagi, sama seperti yang Thariq lakukan. Kalau mau bertahan hidup, Thariq dan para prajuritnya hanya punya satu pilihan, yakni maju terus. Begitu pula yang terjadi dengan kebanyakan perusahaan milik negara yang sarat politisasi. Kalau para karyawannya ingin bertahan hidup, mereka harus maju membenahi bersama.
Hanya itu pilihannya. Masalahnya, apakah para aktivis kebijakan publik mengerti bahwa mereka bisa dipakai kaum resisten untuk menaburkan peluru amarah mereka yang sedang kehilangan muka? Pilihannya hanya dua: bersekutu dengan the losers yang resisten atau memperkuat the winners agar menghasilkan transformasi yang berujung kebaikan. Atau mungkin mereka berpikir ada opsi ketiga yang kita tak pernah tahu apa itu. Kala keributan menjadi mahal, semua ada ongkosnya dan tentu saja ada tukang catutnya. []

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI | @Rhenald_Kasali on twitter             


*http://www.seputar-indonesia.com/analystofthemonth/perubahan-selalu-bising